Aku memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. “Bagaimanapun trik yg ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh. Kata- katanya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,”Wah, papa membopong mama, mesra sekali”. Kata-katanya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan dirinya dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,”Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita.” Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, Kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi. Beberapa kerut tampak di wajahnya.
Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana.” Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.
Bayangan Dew menjadi samar.
Pada hari kelima dan keenam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yg telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak, dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat.
Aku tidak memberitahu Dew tentang hal ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yg cocok. Lalu ia melihat, “semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum. Tapi tiba-tiba aku menyadarinya, sebab ia semakin kurus, itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan perasaan sakit.
Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa, sudah waktunya membopong mama keluar.” Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yg penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua.” Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”.
Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dew membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dew, aku tidak ingin bercerai. Aku serius”.
Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam.” Kutepiskan tanganya dari dahiku. “Maaf Dew, aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu”.
Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor.
Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga. Ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjualnya bertanya apa yg mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum dan menulis : “Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.”
0 comments:
Post a Comment