
Sore harinya, seorang pedagang melon
datang ke rumah petani tersebut. Ia menawarkan diri untuk membeli semua
hasil panen melon di atas harga pasar. Padahal di sisi lain, petani itu
sudah berencana menjual melon ke KUD. “Mmm.. dijual ke orang itu tidak
ya??” tiba-tiba tokek itu berbunyi lagi “tokeeek..!” Sekonyong-konyong
petani itu berseru “Ya..!” ; Tokek itupun berbunyi lagi “tokeeek..!”
Petanipun berseru lagi “tidaak..!” Dan begitu seterusnya beberapa kali
hingga tokek tersebut berhenti berbunyi. Kata terakhir yang diserukan
petani tersebut adalah “tidak”. Maka petani itu menolak menjual melonnya
pada pedagang itu, dan lebih memlih menjual melonnya ke KUD, sekalipun
dihargai lebih murah. Keberuntungan pun datang lagi pada petani itu,
pedagang tersebut ternyata seorang penipu. Dengan berbagai tipu
muslihatnya pedagang itu telah berhasil menipu salah satu tetangganya,
dengan membawa lari seluruh hasil panen tanpa dibayar sepeserpun.
Petani itu sangat bangga dengan
tokeknya. Dengan sedikit berusaha, akhirnya dia berhasil menangkap tokek
itu. Tokek tersebut lalu diberi sangkar yang besar dan bagus, segala
kebutuhan tokek itupun dipenuhinya setiap hari. Bulan demi bulan pun
berlalu, dan seperti biasa tokek tersebut selalu membawa keberuntungan
bagi petani tersebut. Apapun yang menjadi keputusan petani selalu
menunggu jawaban si tokek.
Cerita pun terus berlanjut, petani
tersebut lalu membuat semacam ‘standarisasi’ bagi jawaban si tokek.
Bunyi pertama ia artikan sebagai “ya”, dan bunyi kedua diartikan sebagai
“tidak”. ‘Standarisasi’ bunyi tokek inipun berhasil. Lambat laun petani
itu pun menjadi kaya raya. Ia telah menjadi salah satu tuan tanah
terkaya di desanya.
Tahun demi tahun pun berlalu. Tapi entah
mengapa, akhir-akhir ini tokek tersebut selalu membawa petani tersebut
pada keputusan yang salah. Beberapa kali jawaban tokek tersebut selalu
mengarah pada kesialan semata. Tokek tersebut telah membuat petani
tersebut kehilangan tanah karena sengketa, salah memilih pupuk, salah
cara dalam mengairi sawah, kehilangan istri, dan seabreg masalah-masalah
lain. Keadaan petani itu pada saat ini justru jauh lebih buruk dari
keadaan sebelum ia menemukan si tokek.
Lambat laun petani tersebut menjadi benci terhadap tokek tersebut, dan ia pun berseru “Akuu bodoooooh!!”.
Seperti diperintah, tokek di dalam kandang itu juga menyahut “tokeeeeeek..!” selama satu kali.
0 comments:
Post a Comment