Apapun yang kau berikan kepada alam, suatu saat alam akan mengembalikannya, lengkap dengan bunga-bunganya …

Perilaku keliru ini belakangan menjadi
kasus yang cukup serius ketika mereka mencuri domba dari peternak
setempat. Dan hal ini adalah kejahatan yang cukup besar di masyarakat
penggembala tersebut.
Sepandai-pandainya mereka, akhirnya cowok-cowok itu tertangkap.
Karena malu, para orang tua kedua cowok
itu segera mengusir dari rumahnya. Para penggembala pun mulai berunding
untuk menentukan hukuman apa yang paling cocok bagi mereka. Para
penggembala akhirnya memutuskan untuk memberi tatoo di jidat mereka
dengan tulisan “ST”, singkatan dari “Sheep Thief” (pencuri domba). Karena bersifat permanen, maka tatoo ini akan kelihatan di dahi mereka seumur hidup.
Salah seorang diantara cowok itu cukup
malu dengan tatoo tersebut, sehingga ia melarikan diri dari kota
tersebut, dan tidak pernah ada kabar beritanya lagi.
Yang seorang lagi, dengan penyesalan
mendalam dan tekad untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakatnya. Ia
memilih untuk tetap tinggal di kota dan mulai berbuat baik, terutama
kepada warga yang pernah ia rugikan sebelumnya. Beberapa kali perbuatan
baiknya ini malah menimbulkan kecurigaan dari masyarakat setempat,
tetapi cowok itu tetap saja berbuat baik tanpa mempedulikan apa kata
warga.
Setiap kali ada yang sakit, pencuri
domba itu datang untuk merawat si sakit, membuatkannya bubur hangat dan
menghiburnya dengan berbagai cerita-cerita lucu. Setiap ada kesibukan
dan perayaan, pencuri domba itu selalu membantu dengan sukarela.
Ia tidak pernah memperhatikan apakah
yang dibantunya itu kaya atau miskin. Kadang ia menerima tanda ucapan
terima kasih, entah makanan maupun uang – tetapi lebih sering ia tidak
pernah menerima apapun atas segala bantuannya – dan ia memang tidak
pernah memperdulikan hal itu.
Beberapa puluh tahun kemudian, seorang
turis datang ke kota itu – kota yang terkenal dengan udaranya yang sejuk
dan kehidupan pedesaan yang masih alami. Ketika singgah pada sebuah
warung di pinggir jalan, pelancong itu melihat seorang lelaki tua,
dengan tatoo “ST” di jidatnya – sedang duduk di kursi goyang. Mata teduh
orang tua itu tertuju pada ribuan domba di ladang samping rumahnya yang
cukup megah di desa itu.
Turis itu juga memperhatikan bagaimana
orang-orang yang lewat di depan rumah itu selalu menyempatkan diri untuk
bercakap-cakap dengan orang tua itu – dan menunjukkan sikap yang sangat
hormat, seolah-olah orang tua itu adalah bapaknya sendiri.
Ia juga melihat banyak sekali anak-anak
yang bermain di halaman rumah yang tidak memiliki pagar itu. Turis
mengamati, sesekali anak-anak itu menghentikan permainan mereka dan
memeluk mesra orang tua itu.
Karena penasaran, orang asing itu bertanya kepada pemilik warung, “Apa arti huruf ST yang tertulis di jidat orang tua itu ?”
Jawab pemilik warung, “Saya tidak tahu.
Kejadiannya sudah lama sekali…” sahut pemilik warung. Setelah terdiam
sejenak untuk merenung, pemilik warung tersebut melanjutkan, “… mmm,
menurut saya tulisan itu singkatan dari kata ‘Santo‘. “
0 comments:
Post a Comment