“Aku
hanya manusia biasa.. karena aku tidak mampu mengerjakan semuanya, maka
aku tidak akan menolak mengerjakan apa yang mampu aku lakukan.. ”
(Albert Everett Hale)
(Albert Everett Hale)
Aku adalah seorang perawat yang khusus
merawat penderita stroke. Ada dua karakter khas yang aku temui dari
penderita stroke, mereka sangat ingin hidup – atau justru ingin segera
mati. Salah satu pasien yang cukup berarti bagiku ialah Albert.

Di ruang jaga perawat aku mendapatkan
informasi bahwa umur Albert tidak panjang lagi. Ia hidup sendirian,
istrinya telah meninggal, dan anak-anaknya entah berada dimana. Mungkin
aku dapat menolongnya. Meskipun aku seorang janda, tubuhku bagus dan
wajahku masih cantik. Aku jarang bergaul dengan pria di luar rumah
sakit. Anggap saja terapi ini adalah sebuah petualangan bagiku.
Keesokan harinya, aku mengenakan pakaian
putih – tetapi bukan seragam perawat seperti biasanya. Aku masuk ke
kamar Albert. Albert langsung membentak, menyuruhku keluar. Tetapi aku
justru duduk di kursi di dekat tempat tidurnya. Aku berusaha memberinya
senyuman sesempurna mungkin.
“Tinggalkan aku ! Aku ingin mati !” seru Albert.
“Apa tidak salah ? di luar banyak wanita cantik menunggumu.” sahutku.
Ia tampak tersinggung. Tetapi aku terus
berbicara panjang lebar tentang betapa senangnya aku bekerja di rumah
sakit khusus rehabilitasi stroke ini. Aku menceritakan betapa bangganya
aku saat dapat mendorong seseorang untuk mencapai potensi maksimum
mereka. Aku juga mengatakan, bahwa ini adalah tempat yang penuh
kemungkinan. Ia tidak menyahut sepatah kata pun.
Dua hari kemudian aku mendapatkan kabar
dari teman perawat bahwa Albert menanyakan kapan aku bertugas di
kamarnya lagi. Kawan-kawan mulai mengedarkan gosip bahwa ia adalah
‘pacar’-ku. Aku tidak membantah gosip itu, bahkan aku selalu berseru
kepada orang lain untuk jangan mengganggu ‘Albert’-ku saat keluar dari
kamar Albert. Hal ini memang sengaja kulakukan agar Albert mendengarnya.
Satu minggu kemudian Albert mau belajar
duduk dan melatih keseimbangan. Ia juga bersedia mengikuti latihan
fisioterapi asalkan aku mau datang lagi untuk mengobrol. Dua bulan
kemudian, Albert sudah mampu menggunakan sepasang alat bantu berjalan.
Dan pada bulan ke-3, ia sudah meningkat ke penggunaan sebatang tongkat
penyangga.
Pada hari ketika Albert diijinkan
pulang, kami merayakannya dengan sebuah pesta. Aku mengajaknya berdansa.
Ia memang bukan pria yang romantis, tapi ia mampu untuk berdansa dengan
baik. Aku tak dapat menahan air mataku saat berpisah dengannya.
Beberapa waktu setelah perpisahan itu,
secara berkala aku selalu mendapatkan kiriman bunga dari Albert. Dan
kadangkala disertai dengan sekantung kacang. Ia mulai berkebun lagi
seperti dulu.
Beberapa tahun kemudian, pada suatu
siang, seorang wanita cantik datang ke rumah sakit. Ia meminta untuk
bertemu dengan “si penggoda”. Waktu itu aku sedang memandikan seorang
pasien.
“Oh, jadi itu Anda ?” Wanita itu
bertanya. Ia mengatakan bahwa Albert adalah seorang pria sejati. Ia juga
menceritakan bagaimana Albert telah menjadi seorang motivator yang
sangat terkenal di kota tempat tinggalnya. Senyum wanita itu mengembang
ketika ia memberiku sebuah undangan untuk datang ke pesta pernikahan
mereka.
0 comments:
Post a Comment